Pada periode awal, yaitu periode konsolidasi tahun 1990-1995 AAI dipimpin Gani Djemat, S.H (sekarang sudah almarhum) sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AAI, didampingi Wakil Ketua Umum Yan Apul Girsang, S.H dan Sekertaris Jenderal Denny Kalimang, S.H.
Ketika baru berdiri, AAI hanya memiliki 8 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) saja, yaitu di DKI Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Manado, Pekanbaru, Bandar Lampung, Kupang, dan Pematang Siantar. Setelah 5 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1995, jumlah DPC AAI di seluruh Indonesia menjadi sebanyak 31 DPC di Balikpapan, Banjarmasin, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Bekasi, Bogor, DKI Jakarta, Denpasar, Gianyar, Kabanjahe, Kendari, Kupang, Lhokseumawe, Malang, Manado, Medan, Palu, Palembang, Pekanbaru, Pematang Siantar, Rantau Prapat, Samarinda, Semarang, Serang, Singaraja, Surabaya, Surakarta, Tanggerang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta, dengan jumlah anggota seluruhnya 896 orang.
Dalam periode 1990-1995 ini, DPP AAI bersama Ikadin dan Ikatan Penasihat Hukum dan Pengacara Indonesia (IPHI) telah mencoba untuk memberlakukan satu kode etik profesi dengan melakukan unifikasi kode etik, yang dimaksudkan untuk mencegah berpindahnya advokat yang melanggar kode etik, dari satu organisasi ke organisasi lain, untuk menghindari sanksi kode etik dari organisasinya.
Ketika baru berdiri, AAI hanya memiliki 8 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) saja, yaitu di DKI Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Manado, Pekanbaru, Bandar Lampung, Kupang, dan Pematang Siantar. Setelah 5 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1995, jumlah DPC AAI di seluruh Indonesia menjadi sebanyak 31 DPC di Balikpapan, Banjarmasin, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Bekasi, Bogor, DKI Jakarta, Denpasar, Gianyar, Kabanjahe, Kendari, Kupang, Lhokseumawe, Malang, Manado, Medan, Palu, Palembang, Pekanbaru, Pematang Siantar, Rantau Prapat, Samarinda, Semarang, Serang, Singaraja, Surabaya, Surakarta, Tanggerang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta, dengan jumlah anggota seluruhnya 896 orang.
Dalam periode 1990-1995 ini, DPP AAI bersama Ikadin dan Ikatan Penasihat Hukum dan Pengacara Indonesia (IPHI) telah mencoba untuk memberlakukan satu kode etik profesi dengan melakukan unifikasi kode etik, yang dimaksudkan untuk mencegah berpindahnya advokat yang melanggar kode etik, dari satu organisasi ke organisasi lain, untuk menghindari sanksi kode etik dari organisasinya.